Syaikh Al-Muqri’ Abdul Hadi Muhammad Syafiq Al-Masuti


Syaikh Al-Muqri’ Abdul Hadi Muhammad Syafiq Al Masuti rahimahullah ta’ala.

(1370 H-1951 M / 1436 H-2015)

 

Kelahiran

Syaikh Abdul Hadi Al-Masuti lahir di Al-Amara, Damaskus pada tahun 1951 M. Ayahnya bernama Muhammad Syafiq Al-Masuti, dan ibunya bernama Khadijah Al-Masri. Beliau memiliki 4 saudara laki-laki dan 4 saudari perempuan.

 

Akademik

Beliau belajar di Sekolah Menengah Umayyah, kemudian belajar di Universitas Damaskus, Fakultas Farmasi, dan lulus pada awal tahun 70 an.

Beliau juga belajar Bahasa Arab di Akademi Islam Al-Fath (Universitas Al-Azhar) selama 3 tahun, dan menyelesaikan tahun ke 4 (tahun terakhir) nya di Universitas Al-Azhar, Kairo.

 


Guru Beliau

Beliau berguru kepada beberapa ulama dan syaikh terkemuka di Damaskus, antara lain:

  1. Syaikh Abdul Razzaq Al-Halabi yang merupakan salah satu murid kesayangannya dan juga asistennya dalam mengajar.
  2. Syaikh Adib Al-Kallas
  3. Syaikh Dr. Abdul Latif Farfur
  4. Syaikh Hussein Khattab,
  5. Syaikh Hisyam Al-Burhani
  6. Syaikh Ahmad Nasib Al-Mahamid
  7. Syaikh Dr. Said Ramadan Al-Buthi
  8. Syaikh Lutfi Al-Fayumi
  9. Syaikh Shalih Farfur


Perjalanannya dalam menghafal Al-Quran

Syaikh Abdul Hadi Al-Masuti mulai menghafal Al-Qur'an pada usia 35 tahun, dan menyetorkan bacaannya hampir setiap hari kepada Syaikh Abdurrazzaq Al-Halabi dan mengkhatamkan Al-Qur’an dengan Riwayat Hafsh pada usia 38 tahun di Masjid Bani Umayyah. Kemudian beliau juga menyelesaikan setorannya dengan Riwayat Hafsh kepada Syaikh Muhammad Sukkar di Masjid Syaikh Muhyiddin.

 

 Profesinya

Setelah lulus dari Kuliah Farmasi, beliau bekerja sebagai apoteker sejak tahun 1979 M, dan pernah mengajar beberapa mahasiswa di apoteknya yang terletak di kamp Jaramana.

 



Perjalanan ke berbagai Negara
Beliau melakukan perjalanan ke banyak negara diantaranya:

  1. Turki. Beliau safar bersama Syaikh Abdurazzaq al-Halabi.
  2. Prancis. Beliau melakukan perjalanan ke Prancis atas permintaan komunitas Maroko-Suriah di Prancis dan menjadi imam selama Ramadhan di Paris.
  3. Indonesia. Beliau melakukan perjalanan 2 kali ke Indonesia atas permintaan Ma’had Isy Karima untuk mengajarkan para guru Al-Qur’an.
  4. Yordania. Beliau sering bepergian ke Yordania.
  5.  Lebanon. Beliau juga sering bepergian ke Lebanon.


Mengajar Al-Qur’an dan sekilas tentang murid-muridnya

Beliau mulai mengajar Al-Qur'an di Masjid Umayyah, dan murid pertama yang mengkhatamkan Al-Qur’an kepadanya secara keseluruhan adalah Sayid Umar Askar yang merupakan Asisten Menteri Dalam Negeri pada saat itu, dan dia adalah siswa pertama yang tercatat di buku catatannya, dan ketika beliau meninggal jumlah yang menyelesaikan setoran serta mendapatkan ijazah Al-Qur’an dari beliau berjumlah 80 orang dari berbagai negara. Beliau mencatat setiap murid yang membaca kepada beliau; kapan mereka mulai; kapan mereka selesai, dari negara mana, dan berapa lama mereka mendapatkan ijazah Al-Qur’an.

Banyak mahasiswa asing yang datang untuk belajar di majelis beliau dan beliau memiliki kesabaran yang luar biasa untuk mengoreksi bacaan mereka, dan meluangkan banyak waktu untuk mengajarkan mahasiswa tersebut.

Negara asal mahasiswa tersebut antara lain Tajikistan, Turki, Chechnya, Aljazair, Maroko, Tunisia, Indonesia, dan Iran.

Orang-orang terpelajar dari semua lapisan Masyarakat datang kepada beliau (karena akhlaknya yang mulia dan pengetahuannya yang melimpah) untuk mempelajari Al-Qur'an, termasuk hakim, dokter, pengacara, dan duta besar Iran untuk Damaskus juga belajar kepada beliau di tahun 2001.

 

Masjid tempat beliau mengajar

Beliau mengajar di Masjid Bani Umayyah dan berkhutbah di Masjid Ubay ibn Ka'ab, dan juga mengajar di Masjid Taubah dan di Masjid Ali ibn Abi Thalib di Babila dan di Muadamiyah selama beberapa tahun. Di Masjid Taubah beliau mengajarkan fikih dan hadits, dan hanya mengajarkan hadits di Masjid Ubay. Beliau mengimami beberapa tahun di Masjid Bani Umayyah pada salat Tarawih di bulan Ramadhan, dan mengkhatamkan Al-Qur’an dalam shalat tarawih tersebut. Beliau juga pernah menjadi Imam di Masjid Al-Manshar di Bab Al-Salam.


Ijazah Ilmiah

Syaikh Abdurrazzaq Al-Halabi selain memberinya ijazah Al-Qur’an juga memberikan ijazah ‘am secara tertulis dalam semua keilmuannya. Dr. Abdul Latif Farfur memberinya ijazah ‘am dan Syaikh Hasan Hitto memberinya ijazah ushuluddin.

 

Ibadahnya

Putranya, Syaikh Nizar, mengatakan,

"Jika saya ingin berbicara tentang ibadahnya, saya harus memisahkan 10 tahun terakhir hidupnya dari bagian pertama.

Pada bagian Ibadahnya, seperti ibadah kebanyakan orang, ibadah yang sangat biasa dan sangat berkomitmen dengan ibadah yang biasa tersebut, tapi yang membedakannya adalah selama saya tinggal bersamanya 38 atau 36 tahun, saya tidak pernah mendengar beliau berbohong sekalipun dalam hidupnya, baik dalam menyampaikan berita maupun dalam keadaan bercanda.

Beliau mengkhatamkan Al-Qur’an 2 kali setiap minggu, selama tahun-tahun terakhir dari hidupnya: sekali khatam saat shalat sunnah dan khatam kedua di luar shalat.

Ketika saya terbangun di malam hari, saya akan menemukannya di kursi di malam hari sedang membaca Al-Qur’an, dan hal ini beliau lakukan di setengah akhir malam.

Salah satu hal yang istimewa dari beliau adalah ketika bangun tidur mulutnya berbau harum dan bau keringatnya seperti musk, dan ini terjadi di tahun-tahun terakhir hidupnya."

 

Kebaikan-kebaikannya

Putranya Syaikh Nizar berkata:

Salah satu hal baik yang terjadi dalam hidupnya adalah beliau selalu memaksa kami untuk menunaikan shalat subuh di Masjid Bani Umayyah. Ketika kami masih kanak-kanak dan remaja, kami akan berusaha mengelak dan meminta untuk shalat di masjid sebelah rumah kami, namun beliau mengatakan bahwa shalat subuh tidak sah kecuali di Masjid Bani Umayyah, dan beliau membangunkan aku dan keempat saudara laki-lakiku dengan air dari mulutnya, menghitung sampai sepuluh, dan pada hitungan ke sepuluh kami sudah harus berdiri, kalau tidak air akan membasahi kami.

Beliau menikah dengan Hajjah Ghazwat Ghaybah dan mempunyai 7 anak laki-laki dan 2 perempuan, dan saya yang tertua di antara mereka:

  1. Muhammad Nizar,
  2. Muhammad Syafiq,
  3. Muhammad Hassan,
  4. Muhammad Nour,
  5. Abdul Wahab,
  6. Muhammad Hamzah,
  7. Muhammad Muhibbullah,
  8. Hadiya dan
  9. Lina.


Wafat dan wasiatnya

Putranya Syaikh Nizar berkata:

Kabar meninggalnya mengejutkan kami, dan saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan tentang penguburan, dan ketika saya memikirkan hal ini; seorang teman menelepon saya dan berkata:

“Dimana pemakamannya?” Aku berkata kepadanya,

“Aku tidak menemukan kuburan. Lalu dia berkata kepadaku,

“Perlukah aku mencarikan kuburan?” Saya mengatakan kepadanya,

“Ya”.

Sepuluh menit kemudian, dia menelepon saya dan memberi tahu saya bahwa Abu Al-Khair Al-Alabi (Ayah dari Syaikhul Muqri’ Khalid Al-Alabi). Dia mengatakan bahwa dia memiliki kuburan yang akan dia pinjamkan kepada kami. Pada saat itu, saya tidak tahu lokasi makamnya kecuali di pemakaman Al-Dahdah.

Saya katakan kepadanya,

Tidak ada masalah”

Dan salat jenazah pun dilaksanakan di Masjid Taubah pada sore harinya, dan kami pun berangkat, keluar dari masjid menuju pekuburan. Saya belum tahu dimana letak kuburannya. Ketika kami sampai di Pemakaman Dahdah, saya mengenali kuburan tersebut dan menemukannya dekat dengan makam kakek saya, Syaikh Salim Al-Masuti rahimahullah.

Tiga hari kemudian, saya membuka surat wasiatnya dan membacanya, dan di dalamnya ditemukan:

“Jika kalian mampu menguburkan saya di dekat kakek saya, Syaikh Salim Al-Masuti, lakukanlah.”

Saya pikir itu adalah salah satu keberkahan yang dengannya Allah memuliakannya, sehingga keinginannya (wasiatnya) terpenuhi sebelum dibuka, sesuai dengan kehendak Allah.


Tambahan yang ditulis oleh Syaikh Imaduddin al-Habul, Imam Masjid Abu al-Nur

Allah memuliakan saya dengan mendampingi Syaikh Abdul Hadi Al-Masuti, beliau merupakan salah satu tanda kebesaran Allah dalam hafalan Al-Qur'an, ketakwaannya terhadap hal-hal yang dilarang, dan kepeduliannya terhadap umat Islam, serta beliau biasa menginvestasikan seluruh waktunya untuk membaca dan mengajarkan Al-Qur’an.

Beliau mengadakan dua majelis: setiap hari setelah subuh di Masjid Umayyah sampai matahari terbit, dan pertemuan di Masjid Sayyiduna Ubay di Bab Sharqi tiga hari seminggu, beliau juga memberikan kesempatan bagi murid-murid tingkat lanjut untuk belajar di rumahnya.

Setiap bepergian, beliau akan memilih seorang di antara muridnya yang akan menemaninya dalam perjalanannya. Syaikh akan mengemudikan mobil dan akan menempatkan murid-muridnya di sampingnya, dan menyetorkan bacaan Al-Qur'an kepadanya.

Terkadang beliau berjalan kaki dengan jarak yang jauh, dan kami berjalan di sampingnya dan menyetorkan bacaan Al-Qur'an. Beliau akan marah jika ada murid yang malu membaca Al-Qur'an di depan orang-orang di jalan.

Aku ingat suatu saat beliau masuk ke pasar untuk membeli beberapa barang sementara aku berada di sampingnya, dan beliau berkata kepadaku,

“Baca..”

Lalu aku membaca sedikit, kemudian diam saja karena malu di depan orang. Beliaupun berkata kepadaku dengan suara yang keras,

“Baca.. Ada apa denganmu?” (Dahulu banyak imam yang menyetorkan Al-Qur’an di jalan dan pasar termasuk Imam Assakhawi).

Beberapa orang yang setoran kepada beliau, menyebutkan kepadaku bahwa ketika bepergian ke Dir Az-Zur, Syaikh memanggil muridnya ini dan membawanya bersamanya dalam perjalanan tersebut, perjalanan yang memakan waktu sekitar dua hari atau kurang, selama itu Syaikh menyimak 10 juz Al-Qur’an dari muridnya tersebut.

Semoga Allah mengampuni dan merahmati Syaikh Abdul Hadi.

_________

Alih bahasa oleh Wafi Shiddiq

Artikel asli klik disini

 


0 Comments