Dari sekian banyak macam dakwah yang pernah dilakukan oleh para
dai mulai dari mimbar ke mimbar, podium ke podium, media ke media mungkin
hingga beribu-ribu lembar buku ditulis hanya untuk mengajak manusia
menyembah Allah. Sebenarnya dakwah memiliki figur intelektual, berwawasan luas
dan super luar biasa yang dikenal dengan nama Muhammad.
Sebenarnya para dai sangat mengenal sosok
tersebut, bahkan sering memberikan nasihat untuk mencontoh beliau dalam
aktivitas keseharian. Akan tetapi proses untuk menuju ke derajat figur dakwah
tersebut memiliki banyak problematika yang harus diselesaikan dengan bijak dan
ilmiah.
Dakwah perasaan, mungkin sering kita lupakan dalam proses untuk menjadi seorang
Muhammad di era analog menuju digital sekarang ini. Sebenarnya Al-Qur'an telah
menjelaskan mengenai dakwah perasaan yang telah lenyap dari para dai.
قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي
أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ
اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci
Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.
Ayat tersebut adalah penggalan dari sebuah surah yang
menceritakan didalamnya kisah yang paling indah dan penuh dengan hikmah yaitu
surah Yusuf.
Ayat yang memiliki buah ranum nan manis yang harus di petik oleh
setiap manusia terkhususnya bagi para dai yang terkadang merasa gerah karena
gersangnya ladang dakwah dan kekurangan buah yang ranum nan manis.
Ibnu Katsir berhasil memetik salah satu buah yang terdapat dalam
ayat tersebut dengan menafsirkannya dalam beberapa helai daun yang memberikan
sedikit kesejukan dimata dan kenyamanan dihati dengan menyambung
ranting-ranting kalimat sehingga menjadi untaian kata yang penuh makna berikut.
Allah berfirman kepada Rasul-Nya yang diutus kepada manusia dan jin, memerintahkan kepadanya agar memberitahu kepada manusia bahwa inilah jalannya, maksudnya adalah cara, jalan dan sunnahnya, yaitu dakwah kepada syahadah bahwa tidak ada Ilah yang haq selain Allah yang Mahaesa tidak ada sekutu bagi-Nya, dengan jalan itu dia mengajak kepada Allah berdasarkan bukti, dalil, dan keyakinan.
la dan orang-orang yang mengikutinya menyerukan apa yang
diserukan oleh Rasulullah saw. berdasarkan kebenaran, keyakinan, dan
argumentasi rasional dan syari’at. Wa subhaanallaaHi (“Mahasuci Allah.”) Yakni
Mahabersih, Maha-agung, Mahabesar dan Mahakudus dari memiliki sekutu, atau
penyetara, pesaing, atau yang menyamai, atau anak, atau bapak, atau isteri,
atau pembantu, atau penasehat. Dia Mahasuci, Mahabersih, Mahatinggi dari semua
hal tersebut setinggi-tingginya.
Begitu pula dengan hadits yang banyak menjelaskan tentang dakwah perasaan.
مَنْ
يُحْرَمُ الرِّفْقُ يُحْرَمُ الْخَيْرُ
“Barang siapa yang tidak terdapat kelembutan padanya, maka tidak
ada kebaikan padanya”
أن
رسول الله صلى الله عليه و سلم قال يا عائشة: إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ
الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ ماَ لاَ يُعْطِي عَلَى العُنْفِ وَماَ لاَ
يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
“Sesungguhnya Allah Maha lembut, mencintai kelembutan, dia
memberikan kepada yang lembut apa yang tidak diberikan kepada yang kasar”
Begitulah Allah dan Rasulnya telah menjelaskan bagi kita agar senantiasa berperilaku lembut dan senantiasa berperasaan sesuai syariat agar dakwah dengan mudah diterima oleh banyak manusia.
Wallahua'lam.
___
Ditulis di Apartemen Nagoya, Jepang pada tanggal 1 Ramadhan 1437 H.
0 Comments